Thursday, May 19, 2016

Resensi Buku: Warna Air

Judul: Warna Air (2)
Penulis: Kim Dong Hwa
Penerjemah: Rosi L. Simamora
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2010
Genre: Novel Grafis Dewasa
Dimensi: 320 halaman, 24 cm
ISBN: 978-979-22-5988-9



Warna Air adalah buku kedua dari Trilogi Warna (The Color Trilogy), set novel grafis goresan Kim Dong Hwa. Novel yang memiliki judul asli The Story Of Life On The Golden Fields Vol. 2 ini pertama terbit di Korea tahun 2003.


"Pastikan waktu berjalan kau menundukkan kepala, dan berjalanlah dengan ringan dan lembut sambil memandang sepatumu. Kalau kau ingin mendongak, angkat saja matamu tapi jangan kepalamu. Seorang wanita tampak sangat cantik dalam postur tersebut."

Warna Air bercerita tentang seorang gadis bernama Ehwa yang mulai beranjak dewasa. Ehwa mulai mengenal rasa cinta dengan pemahaman yang lebih dalam, bukan lagi sekedar cinta monyet yang sebelum-sebelumnya telah dirasakan oleh Ehwa.
Ehwa berkenalan dengan Duksam, pemuda dari desa sebelah yang saat festival memenangkan pertandingan gulat. Duksam adalah seorang pemuda yang sangat berterus terang, dia terang-terangan memperlihatkan rasa sukanya kepada Ehwa. Ehwa menanggapinya dengan baik, dengan masih tetap menjaga batas-batas seorang wanita.

Perasaan saling menyukai antar mereka membuat kepercayaan diri Ehwa bermekaran. Ehwa mulai mengerti perasaan Ibunya yang terkadang duduk memandang ke pintu gerbang seolah-olah mencari langkah seseorang, yang tanpa sadar juga dilakukannya saat merindukan Duksam.

Ehwa yang tinggal berdua saja dengan ibunya dan terbiasa berbagi segala cerita kali ini mulai sedikit berahasia. Ibu Ehwa tahu bahwa sudah saatnya ia memberikan pesan dan nasihat yang cukup sebagai bekal bagi anak gadisnya yang beranjak dewasa.

"Tidak semua bunga sama.
Ada bunga-bunga tidak sabaran yang mekar pada bulan Maret,
Dan ada yang mekar pada bulan April hanya setelah mereka memperhatikan bunga-bunga lain mekar lebih dulu.
Akhirnya, ada bunga-bunga yang mekar pada waktu yang tepat di bulan Mei.
Bunga-bunga terakhir ini warnanya paling memukau, dan bentuk mereka indah serta bersih,
Mirip mempelai wanita.

Tidak seperti bunga, manusia menilai tinggi diri mereka dan menghabiskan waktu dengan meributkan siapa yang lebih dulu. Mereka berusaha keras menjadi yang pertama mekar, meskipun mereka belum siap."

Perbincangan antara Ehwa dan ibunya adalah bagian terbaik di dalam buku ini. Tentang bagaimana merekah mendewasanya seorang wanita, hingga petuah untuk wanita yang diperistri dan hidup bersama keluarga suaminya.

Kim Dong Hwa menyajikan kisah memikat tentang kedekatan seorang anak perempuan dan ibunya dengan gaya bercerita yang puitis. Kata-kata puitisnya dapat menjadi inspirasi dalam proses kreatif menulis. Pesan-pesan yang terdapat di dalamnya merupakan mutiara kehidupan dari ibundanya saat berusia enam belas tahun. Dari buku ini dapat dipetik banyak pesan tentang bagaimana seorang wanita bersikap menghadapi kehidupan.

Cerita cinta dan kehidupan ini juga dilengkapi dengan latar belakang alam pedesaan Korea yang dilukiskan dengan indah serta terselip juga tips kecantikan tradisional Korea.

Saya tertarik untuk melengkapi Trilogi Warna ini dengan Warna Tanah (1) dan Warna Langit (3).


***

No comments:

Post a Comment