Saturday, June 4, 2016

Resensi Buku: Hujan Bulan Juni (Novel)

Judul: Hujan Bulan Juni (Novel)
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Juni 2015
Genre: Novel / Sastra
Dimensi: 135 halaman, 20 cm
ISBN: 978-602-03-1843-1


Sarwono percaya bahwa manusia yang sama-sama masih hidup bisa berkomunikasi tanpa harus bertemu muka. Inti kehidupan itu komunikasi dan komunikasi itu inti kehidupan. Puisi itu komunikasi, dan komunikasi itu shaman. Shaman itu medium. Maka puisi itu shaman. Ia yakin puisinya yang dimuat di koran dapat menghubungkannya dengan seorang perempuan yang nun jauh di sana, Pingkan.

Dari puisi, menjadi lagu, kemudian komik, dan nanti film. Kini Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono beralih warna menjadi novel. 

Ulasan tentang novel Hujan Bulan Juni menjadi pembuka di Juni 2016 ini. Sebenarnya sudah sejak tahun lalu saya selesai membaca novel Hujan Bulan Juni, saat cetakan pertama novel ini terbit -- entah sekarang sudah cetakan keberapa.

Sapardi kembali mengangkat tema tentang cinta, yang kali ini lebih spesifik menceritakan kasih sayang antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan budaya dan agama mewarnai kisah di dalamnya. Bagaimana para tokoh menyiasati kehidupan sosial pun tergambar secara menarik di sini. Pembaca pada akhirnya diyakinkan bahwa perbedaan adalah anugerah, dan tidak ada yang berhak menyeragamkan sesuatu.

Secara keseluruhan, saya dapat katakan bahwa novel ini adalah bacaan saat senggang. Kita harus benar-benar santai dan fokus saat membacanya, karena paparan bahasa di dalam novel ini masih bertutur seperti puisi. Ada makna-makna tersembunyi di dalamnya; yang tidak dapat dipahami sekali lewat saja. Setiap sebuah potongan cerita dibaca ulang, setiap kali itu pula kita tangkap makna berbeda.

Buku ini tidak cocok bagi orang yang mencari cerita muluk dan konflik dramatis, namun sangat cocok bagi orang yang ingin mendalami makna cinta secara logis dan nyata. Tutur sederhana namun menyimpan makna rumit, di sanalah kehebatan Sapardi mengemas kata-kata dalam setiap karyanya. 

****

Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar saputangan yang telah ditenunnya sendiri.

Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang susun bersusun, saling-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar saputangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri, oleh ketabahannya sendiri oleh tarikan dan hembusan napasnya sendiri oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri oleh kerinduannya sendiri oleh penghayatannya sendiri tentang hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah ruang kedap suara bernama kasih sayang.

Bagaimana mungkin.

No comments:

Post a Comment